Suatu
keprihatinan yang meradang di tubuh perpolitikan Indonesia dimana Kasus korupsi
terus mewarnai prestasi dimata dunia. Pelaku korupsi sudah tak
pandang Profesi , sedikit saja memiliki kekuasaan dengan leluasa dapat
melakukanya. anehnya lagi dengan Kekuasaan pula pelaku yang sudah jelas
melakukan korupsi bisa terbang kemana-mana bak altlit Nasional yang telah
menorehkan Prestasi untuk Negeri ini. Mulai dari kasus Korupsi Mantan Presiden
Suharto yang sudah dihentikan penyelidikanya sampai kasus Korupsi Sekertaris
Partai Demokrat, Nazarudin yang kini kasusnya ditutup-tutupi
penyelidikanya.
Segenap
masyarakat yang selalu setia menonton Sinertron politik tentu mendambakan
cerita yang happy ending yaitu
tegaknya hukum di negeri ini. Akan
tetapi melihat koruptor-koruptor kelas kakap yang telah banyak merampas uang
rakyarat dibiarkan bebas, membuat gundah hati . Apa lagi dampak dari korupsi
ini Kembali rakyatlah yang merasakanya. Belum lagi kasus NII sebagai pengalih
isu korupsi semakin meresahkan ketentaman rakyat yng justru menjadi tanggung
jawab para penguasa.
Dengan
kekuasaan yang salah kaprah juga telah merubah logika para wakil rakyat di
Senayan sana. Dimana-mana posisi ketua tentu lebih tenggi dibandingkan dengan
wakilnya misalkan Posisi Direktur tentu lebih tinggi di bandingkan dengan
posisi wakil direktur. Seharusnya begitu juga dengan Posisi rakyat yang lebih tinggi
di banding wakil rakyat! . Melihat
carut marut pembagian kekuasaan yang mulai tidak jelas akhir-akhir ini,
ditambah lagi kasus-kasus korupsi yang juga kembali memudar penyelidikanya akan
menarik dibahas , saat kita hubungkan dengan Kekuasaan Politik. Apa lagi saat
kita temukan peta Kekuasaan yang mejadi jalan praktek Korupsi di Negeri ini.
Kekuasaan Politik
Kekuasaan dipandang sebagai gejala
yang selalu terdapat dalam proses politik. Namun di antara ilmuan politik tidak
ada kesepakatan mengenai makna kekuasaan. bahkan beberapa diantaranya
menganjurkan agar konsep kekuasaan di tinggalkan karena bersiafat kabur, dan
berkonotasi emosional. Namun, tampaknya politik tanpa kekuasaan bagaikan agama
tanpa moral (baca: Ramlan Subekti, Gramedia, 2007).
Dalam ilmu politik terdapat sejumlah
konsep yang berkaitan dengan konsep kekuasaan seperti pengaruh, persuasi,
manipulasi, dan kewenangan. Namun melihat realitas politik menjadi pudar saat
melihat kekuasaan justru di gunakan sebagai alat pemersatu para koruptor.
jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang
dilakukan oleh para politisi atau penguasa. ( baca: wikipedia.org/
Politik_Islam).
Dalam kepustakaan Islam telah lama dikenal Fiqh
politik (Fiqhis Siyasah), yang mendasari pandangannya bahwa Syari’at Islam
disamping mengatur tentang ketuhanan, hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(masalah-masalah ibadah) serta akhlak, tetapi juga mencakup hubungan individu
dengan daulah (Negara dan pemerintah), atau hubungan pemimpin dengan rakyat,
hubungan hakim dengan terdakwa, hubungan pejabat dengan penduduk, yang diatur
dalam fiqh daulah (Al-Qardhawy: 1999:23)
Praktek politk yang berlangsung diberbagai negara pada
hakekatnya tidaklah berbeda antara satu dengan Negara lain, karena asensi dari
praktek politik itu bertujuan untuk menciptakan suatu keteraturan social dan
perlindungan bagi warga Negara. Meski demikian, sebagian besar Negara-negara
modern dewasa ini menggunakan perangkat hukum yang digali dari dialegtika
sosial politik yang berlangsung dalam atmosfir politik yang tidak mencerminkan
keadilan, artinya hegemoni politik global dalam konteks ini telah membuka ruang
bagi munculnya perangkat hukum yang dijiwai oleh nilai-nilai materialisme dan
konsumerisme. Mengedepankan logika material dan cara berfikir rasional telah
membawa implikasi bagi melemahnya kekuatan doktrin agama dalam pola pengaturan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Modus Korupsi
Sebuah kenyataan yang memilukan sekaligus memalukan harus
ditelan oleh negeri yang kita cintai. Betapa tidak, berdasarkan survei yang
dirilis oleh The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Hong Kong,
Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup di kawasan Asia
Pasifik. Indonesia menempati posisi teratas dengan perolehan nilai 9,27. Angka
ini meningkat cukup tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 8,32. Tingginya
angka korupsi di Indonesia tersebut sungguh sangat miris. Apalagi, jika melihat
posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Meski, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menunjukkan kinerja yang cukup
baik, faktanya perilaku koruptif di tubuh
pejabat tinggi semakin tidak terkendali.
Dari data yang di miliki KPK setidaknya ada 18 modus tindak
pidana korupsi yang paring sering dilakukan oleh para pemegang kekuasaan
diantaranya : 1). Pengusaha menggunakan pejabat pusat
untuk membujuk kepala daereah mengintervensi proses pengadaan barang/jasa dalam
rangka memenangkan pengusaha tertentu dan meninggikan harga ataupun nilai
kontrak. 2). Pengusaha mempengaruhi kepala daerah untuk mengintervemnsi proses
pengadaan barang/jasa agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau
ditunjuk ditunjuk langsung dan harga barang dinaikkan (di-mark up) .3). Panitia
pengadaan yang dibentuk Pemda membuat sepesifikasi barang yang mengarah pada
merek produk atau sepesifikasi tertentu untuk memenangkan rekanan tertentu,
serta melakukan mark up harga barang dan nilai kontrak. 4). Kepala daerah
ataupun pejabat daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan
menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian
membuat laporan pertangungjawaban fiktif. 5). Kepala daerah memerintahkan
bawahannya menggunakan dana untuk kepentingan pribadi si pejabat yang
bersangkutan atau kelompok tertentu kemudian membuat pertanggungjawaban fiktif.
6). Kepala daerah menerbitkan Perda sebagai dasar pemberian upah pungut atau
honor dengan menggunakan dasar peraturan perundangan yang lebih tinggi, namun
sudah tidak berlaku lagi. 7). Pengusaha, pejabat eksekutif dan DPRD membuat
kesepakatan melakukan ruislag (tukar guling) atas aset Pemda dan menurunkan
(mark down) harga aset Pemda, serta meninggikan harga asset milik pengusaha. 8).
Kepala daerah meminta uang jasa dibayar di muka kepada pemenang tender sebelum ditetapkan.
9). Kepala daerah menerima sejumlah uang
dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan. 10). Kepala daerah membuka rekening atas nama Kas
Daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat atau bendahara yang ditunjuk).
Maksudnya, untuk mempermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur. 11). Kepala
daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang
ditempatkan di bank. 12). Kepala daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya
alam kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk
kepentingan pribadi atau kelompoknya. 13) Kepala daerah menerima uang/barang
yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya. 14). Kepala daerah, keluarga ataupun kelompoknya
membeli lebih dulu barang dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali ke
Pemda dengan harga yang sudah di-mark up. 15). Kepala daerah meminta bawahannya untuk
mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerah. 16). Kepala daerah memberikan dana kepada pejabat
tertentu dengan beban pada anggaran dengan alasan pengurusasn DAK atau DAU.
17). Kepala daerah memberikan dana
kepada DPRD dalam proses penyusnan APBD. 18). Kepala daerah mengeluarkan dana untuk perkara
pribadi dengan beban anggaran daerah.
Kalau melihat jejolak
politik yang terjadi saat ini sangat sangatlah sulit mememukan sosok pemegang
kekuasaan yang memeang bener-benar anti
korupsi. politik tampaknya bukan lagi murni untuk memperjuangkan aspirasi
rakyat, tetapi menjadi kesempatan untuk memegang kekuasaan sebagai jalan
memperkaya diri dengan korupsi. Padahal
sudak kita ketahui bersama Korupsi dapat menimbulkan risiko yang sangat tinggi
bagi gagalnya pembangunan nasional, terganggunya ekonomi nasional, serta
kerugian keuangan negara yang dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.